Alat Bantu Deteksi Warna Untuk Tunanetra

Indra penglihatan merupakan salah satu alat yang mempunyai peran sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar seseorang dapat mengetahui berbagai informasi atau konsep dengan cara melihat (Suharmini, 2009:30). Namun, hal tersebut tidak berlaku pada mereka yang mengalami hambatan penglihatan sejak lahir. Anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra) sejak lahir seringkali mengalami kekurangan konsep-konsep dasar dan gagal untuk memaknai komponen-komponen penting suatu informasi dari lingkungan sekitarnya. Salah satu komponen tersebut adalah warna yang cukup penting dalam untuk mengidentifikasi suatu benda. Tunanetra mengalami hambatan dalam melakukan identifikasi tersebut.

Seorang penyandang tunanetra, Ardiansyah mengungkapkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang warna pada tunanetra tentu saja sangat menghambat aktivitas sehari-hari, terutama dalam memilih pakaian. “Kadang pakaian yang dipakai warnanya tidak sesuai, kan bikin malu” katanya. Oleh karena itu sekelompok mahasiswa UNY merancang alat yang dapat mendeteksi warna suatu benda. Sayidatul Maslahah prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan, Shinta Hanifati prodi pendidikan fisika Fakultas MIPA, Muh Hadi Abdul Aziz dan Brian Dwi Murdianto prodi pendidikan teknik informatika serta Muhammad Lutfil Hakim pendidikan teknik mekatronika Fakultas Teknik membuat alat pendeteksi warna benda berupa aplikasi berbasis android yang diberi nama “Color Detector for Blind (CODA)”.

Ketua Tim Sayidatul Maslahah mengatakan bahwa CODA dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra. “Output yang dihasilkan berupa deteksi warna berbasis audio” ungkap Sayidatul Maslahah “Alat tersebut dilengkapi dengan fitur penjelasan warna suatu benda yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari mereka.” Tujuannya untuk memudahkan tunanetra dalam mendeteksi warna suatu benda sekaligus meningkatkan kemandirian dan rasa percaya diri penyandang tuananetra dalam beraktivitas sehari- hari.

Muh Hadi Abdul Aziz menjelaskan bahwa aplikasi ini berbasis android melalui smartphone yang banyak digunakan oleh masyarakat. “Hal ini karena Android merupakan open source, dapat secara bebas diperluas untuk memasukkan teknologi baru yang lebih maju pada saat teknologi tersebut muncul” kata Hadi “Platform ini akan terus berkembang untuk membangun aplikasi mobile yang inovatif”. Produk awal atau prototype yang telah dikembangkan diujikan kepada ahli materi yaitu kepada praktisi pendidikan luar biasa dan ahli media yaitu dosen yang expert dalam bidang media. Tujuannya yaitu untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Pengujian dilakukan pada setiap bagian dan dilanjutkan dengan pengujian untuk semua sistem yang telah dirangkai menjadi CODA. Menurut Muhammad Lutfi Hakim CODA terbagi atas 3 halaman utama. Pada halaman utama, terdapat penjelasan mengenai petunjuk penggunaan aplikasi dalam bentuk audio. Pada halaman kedua, ada tampilan kamera pendeteksi warna dari benda yang menjadi obyek. “Sedangkan, bagian ketiga Aplikasi CODA akan menganalisis warna foto lalu memberikan penjelasan mengenai warna benda tersebut” kata Lutfi.

Cara kerjanya, pada saat CODA dibuka aplikasi akan memberikan petunjuk penggunaan dalam bentuk suara. Pada halaman ini terdapat petunjuk dalam bentuk teks, sehingga instruktor dapat dengan mudah memberi penjelasan kepada user (tunanetra) jika diperlukan.

Ketika layar pada halaman utama disentuh satu kali, maka aplikasi akan membuka kamera. Untuk mengetahui warna benda, user perlu mengarahkan kamera kemudian menyentuh tombol potret (lingkaran). Setelah user mengambil foto, CODA akan menganalisis warna foto lalu memberikan penjelasan mengenai warna benda tersebut. Halaman ini juga berisi gambar foto dan layar akan berubah sesuai warna foto. Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta tahun 2017. (dedy)